Blog | Beli Rumah | Belajar HTML dan PHP | Kontak | Gmail | Uang Adsense
Audit Sistem Informasi
Sistem Informasi (S1)
Manajemen Informatika
Komputer dan Pendidikan
Pengobatan Ruqyah
Daftar Isi | Skripsi SI | B. Arab | Sertifikat Komputer Internasional | PrivacyPolicy | Inggris Arab

Sunday, May 4, 2014

Permainan Tradisional Sunda Yang Mengesankan

Menurut kompas.com [1] , ada sekitar 200 permainan tradisional khas Sunda yang terancam punah. Saya juga kurang tahu mana yang benar-benar dari Sunda, tapi permainan berikut ini pernah saya mainkan saat masih unyu-unyu dulu sebagai orang Sunda: J

1.      Jajangkungan


Untuk permainan ini, saya tidak begitu jago. Tapi lumayan….
Permainan seperti ini sebenarnya ada lagi, tapi tidak tahu namanya. Tongkat kayu atau bambu ditaruh di telapak tangan atau jari. Semakin lama tongkat tersebut tidak jatuh, maka semakin bagus.


2.      Gobak Sodor


Permainan ini biasanya dilakukan saat istirahat di sekolah. Tapi lagi-lagi kurang seru buat saya karena lawan tidak berani ‘menerkam saya’. Padahal biasanya mereka bisa ‘menerkam’ betis lawan-lawannya hingga hampir nangis.

Kenapa ke saya tidak nerkam? Mungkin karena wajah saya dulu imut-imut dan mengundang belas-kasihan (pikarunyaeun). Wkwkwk
Mungkin juga karena saya suka mengenakan pakaian yang rapih, jadi mereka khawatir mengotori seragamku. Maklum ibuku pandai ngajarin anaknya berpakaian walaupun tidak serapih yang distrika tiap mau dipakai. J



3.      Ngadu Muncang (Ngadu Kemiri)

Nah, kalau permainan ini hampir jagonya sesekolah. Saya punya koleksi kemiri lumayan lebih banyak dibandingkan teman-teman. Seringkali saya mengalahkan kemiri punya teman-teman. Namun tidak ikut bertanding dengan kakak kelas yang besar-besar karena suka ada yang ‘nakal’. Nakalnya, kalau kemiri pilih tanding (tak terkalahkan), biasanya pukulan tangan yang diarahkan sangat keras hingga kemiri dua-duanya pecah.

Karena sering gosok-gosok kemiri dengan dalemannya, saku celana sekolah saya ada yang berubah dari putih jadi agak kehitam-hitaman karena kemiri yang berminyak tersebut dimasukkan ke saku. J


4.      Maen Kaleci (Main Kelereng)

Permainan ini suka dilakukan, tapi rasanya kurang seru. Entah kenapa buat saya?!?


5.      Maen Gayor
Permainan karet yang terbuat dari karet gelang ini susah sekali dicari gambarnya dari Google. Entah apa nama yang sering orang lain gunakan. Namun saya berikan ilustrasi di gambar-gambar berikutnya karena saya seringkali jadi raja yang memenangkan pertandingannya. He…he…

Bentuk karetnya seperti gambar di atas, namun tulisan Asuransi Astra itu kosong karena dilingkari karet gelang yang sudah dianyam seperti di bawah ini:

Gambar [5a]
Tapi anyamannya tidak melingkar ya…. Cukup sebagai batang saja antara bandul dan karet beberapa karet gelang yang tidak dianyam. Seperti ini kira-kira:

Permainannya seperti ini:
Tumpukan karet gelang disimpan di antara dua tiang kecil ukuran sekitar satu jengkal.
Kedua tiang tersebut dihubungkan dengan satu karet gelang
Di atas satu karet gelang tersebut, ditaruh beberapa karet gelang yang menjadi sasaran. Banyaknya sesuai kesepakatan para pemain.

Di bawah ini ilustrasinya:

Kalau karet gelang yang ada di tengah tersebut jatuh setelah ditembak dengan bandul karet yang kita tembak dari jauh sekitar 10 langkah, maka karet tersebut jadi milik penembaknya.

Bahan mentah karet bandulnya, sama saja seperti ini:

Gambar [5b]


Gambar [5c]
Ini gambaran bandulnya, tapi tanpa uang ya… J


6.      Layang-Layang
Satu lagi permainan masa kecil yang pernah membuat saya jadi raja. Ha…ha… Yaitu ngapungkeun langlayangan (main layang-layang). Khusus permainan ini, saya bukan hanya mampu mengalahkan anak-anak seusia saya yang masih kelas III SD, tapi seringkali mengalahkan bapak-bapak dari kalangan orang kaya.

Kalau di perkotaan, layang-layangnya kecil-kecil seperti ini:

Saya menyebut layang-layang kecil tersebut “langlayangan sepek” dan pemainnya pun anak-anak sekali. Layang-layang kecil ini tampak dilarang bertanding dengan layang-layang milik orangtua (meskipun tidak jelas aturan tertulisnya J ), mungkin karena permainannya kurang seru!!!

Kalau layang-layang kecil begitu seringnya kan main tarik saja sama lawannya. Tapi para orangtua di kampungku biasanya bertandingnya (ngadukeunna) sampai layang-layang besar mereka hampir tidak terlihat menembus awan dan gunung, kebetulan kampungku banyak gunungnya.

Besar layang-layangku biasanya seperti ini:


Layang-layang di atas seukuran satu lembar kertas telur (sakebet). Tapi gambar layang-layangku enggak kaya anak-anak seperti di atas, melainkan gimana saja gaya layang-layang para orangtua.

Ngadu layang-layangnya juga bukan di pinggir jalan, tapi di lapang sepak bola. Khusus saya biasanya di lahan kosong sekolah yang luasnya hampir melebihi lapangan sepak bola, kalau berikut kawasan sekolahnya.

Seperti ini kira-kira:



Nah, saya kan tahu layang-layang dari ayah tercinta. Beliau suka ngajak main layang-layang pada saat puasa ramadhan agar saya tidak lapar. Sebenarnya ayah saya main layangan sebagai refereshing setelah selesai ngajar, beberapa jam main layangan (setelah dhuhur ya..) Tidak lebih dari Ashar biasanya permainan sudah selesai karena ayah harus ngurus kolam dan persiapan ngajar ngaji juga.

Lagi pula, menjelang jam 3 sore angin sudah tidak bisa diandalkan untuk main layangan dalam jarak jauh. Persiapan benangnya, saya sendiri tidak kurang dari 2 rol. Kalau anak-anak sebaya saya paling banyak setengah rol sih….

Yang paling mengesankan adalah ketika sudah pertandingan layang-layang enggak ada yang kalah, padahal benang sudah hampir habis, layang-layang pun sudah timbul-tenggelam di balik awan. Permainan ini disebut “ngadu langlayangan diulur”. Kalau yang ketika kena lawan, langsung ditarik sekencang-kencangnya disebut “disepek”.

Nah, kalau layangan sudah hampir tidak terlihat. Saya dan lawan biasanya sudah ada insting untuk menarik benang sekencang-kencangnya (didudut/dipulut). Meskipun jarak kami sangat jauh, kira-kira 5 menit pakai sepeda motor, tapi rupanya insting sangat tajam untuk berlomba menarik benang masing-masing secara kompak. Siapa yang lebih cepat, maka kemungkinan ia pemenangnya karena layangan lawan akan lebih cepat singgah di tangannya (kabandang).

Serunya apa…..?
Nah, bapak-bapak orang kaya itu biasanya pakai kincir yang diputar tangan, sehingga narik benangnya cukup sambil duduk saja. Tapi saya kan tidak punya kincir, sehingga saya harus lari mengelilingi bangunan sekolah SMP berkali-kali, padahal seluas lapangan sepak bola. Benang-benang berseliweran (pakuranteng) membentangi bangunan sekolah bahkan bisa saja turun ke sekolah yang areanya lebih rendah seperti sawah kan ada yang di atas, ada juga yang dibawahnya. Turunnya pun ada tangga cuku tinggi.

Nah, saya ngacir narik/mulut benang agar bisa balapan dengan kecepatan kincir lawan.
Kalau sudah menang biasanya ada laporan dari teman-teman bahwa lawan saya mengira layang-layang saya itu milik ayahku, padahal aku anaknya. Hiks…hiks…

Udah ah, curhatnya terlalu panjang……. Yang ngantuk, tidur dulu ya… J





Sumber:
[1] oase.kompas.com/read/2012/10/22/14070157/200.Mainan.Tradisional.Sunda.Terancam.Punah
[2] ide2gue.co.vu/2013/07/7-permainan-tradisional-yang-kurang.html
[3] uniknya.com/2011/08/5-permainan-tradisional-jawa-barat
[4] qardhanunik.blogspot.com/2011/05/permainan-yg-sudah-jarang-keliahatan.html
[5]rubberindo.com/gantungan_kunci_karet.htm
[5a] kreariefitas.blogspot.com/2013/08/jajanan-sd-yang-nggak-bisa-dimakan-tapi.html
[5b] unic29.com
[5c] slametography.blogspot.com/2013/10/bola-dari-karet-gelang.html#pages/2
[6] kaskus.co.id/thread/000000000000000014175501/layang-layang---layangan-aduan-super-grosir---eceran-semarang
[6a] tribunnews.com/images/editorial/view/2508/layang-layang-anti-pekerja-anak#.U2WY8ai16aQ

[6b] anak-kolong.deviantart.com/art/bermain-layang-layang-138230858
"Investasi Emas dan Reksadana, Untung Mana?."
Youtube: Katabah Com: Menuju 1 jt Konten :)

No comments:

Post a Comment