Blog | Beli Rumah | Belajar HTML dan PHP | Kontak | Gmail | Uang Adsense
Audit Sistem Informasi
Sistem Informasi (S1)
Manajemen Informatika
Komputer dan Pendidikan
Pengobatan Ruqyah
Daftar Isi | Skripsi SI | B. Arab | Sertifikat Komputer Internasional | PrivacyPolicy | Inggris Arab

Monday, June 13, 2016

Jokowi Ingin Daging Sapi 80ribu, Pedagang Menolak, Salah Siapa?



Hello Katabah!
Setelah Presiden Jokowi mengeluarkan pernyataan bahwa harga daging sapi tidak boleh lebih dari Rp 80.000, banyak pihak tampak menolak, termasuk beberapa pimpinan daerah.


Saya hanya mendapatkan sepenggal berita nih (Tolong, koreksi jika salah!):
“Walikota Surabaya menolak karena kasihan kepada pedagang. Beliau memperkirakan harga layak sekitar Rp 100.000.”

“Walikota Banjar menolak juga.”

Harga di pasaran Rp 120.000 per kg dan diprediksi akan terus naik menjelang Lebaran.

Saya setuju dengan pernyataan dari Menteri Perdagangan (kalau enggak salah) bahwa
1. Untuk harga Rp 80.000 per kg itu membutuhkan waktu, yang mungkin sekitar Rp 90.000 sampai Rp 100.000

2. Koordinasi antar kementerian belum berjalan lancar

3. Pedagang harus menjadi pedagang yang baik

4. Mindset masyarakat (konsumen) juga harus berubah pula.

Saya setuju dengan keempat butir ide di atas. Walaupun Pak Jokowi minta Rp 80.000, tapi kenyataannya hanya sampai Rp 90.000 atau Rp 100.000. Ini sudah bagus untuk tahap awal. Yang penting, harga daging sapi tidak terus membumbung tinggi.

Gagalnya pengereman harga hingga di atas Rp 120.000 per kg sampai hari ini (10 Juni 2016) ini sangat mungkin terjadi karena koordinasi kementerian kurang optimal. Bahkan saya menduga, sebagian orang di kementerian juga menganggap bahwa harga daging mahal di bulan Ramadhan itu hal biasa-biasa saja. Padahal bagi saya, tidak biasa, tapi bisa menjadi “bahaya luar biasa”!

Pedagang harus berperilaku baik. Saya pernah mendengar bahwa bulan Ramadhan adalah bulan panen raya dengan untung berlipat ganda bagi pedagang. Inilah yang salah kaprah. Ini yang dinamakan memperkaya diri sendiri.

Ini juga kebiasaan yang sangat buruk:
“Ketika barang langka, maka harga dinaikan.”
Sejak dulu sampai sekarang prinsip di atas masih sering terjadi. Kenapa tidak menggunakan harga normal saja? Bukankah kita sebagai pedagang membelinya dengan harga normal sebelum terjadi kelangkaan barang?

Jangan lupa, mindset masyarakat harus berubah! Betul…! Bulan Ramadhan bukan bulan shopping (belanja) dan hura-hura, tapi bulan ibadah dan hidup sederhana. Kenapa harus sering membeli daging sapi yang harganya mahal sekali? Seminggu sekali juga sudah cukup, bukan? Bahkan kalau tidak cukup uang, kita bisa menggantinya dengan yang lain: ikan, tempe, tahu, dll.

Mari siapkan Lebaran tanpa membeli baju baru dan tanpa pesta masakan! Biasa saja, tampil dengan baju terbaik yang sudah ada; makan makanan terbaik semampunya. Bahkan ketupat pun tidak wajib ada kok.
"Investasi Emas dan Reksadana, Untung Mana?."
Youtube: Katabah Com: Menuju 1 jt Konten :)