Blog | Beli Rumah | Belajar HTML dan PHP | Kontak | Gmail | Uang Adsense
Audit Sistem Informasi
Sistem Informasi (S1)
Manajemen Informatika
Komputer dan Pendidikan
Pengobatan Ruqyah
Daftar Isi | Skripsi SI | B. Arab | Sertifikat Komputer Internasional | PrivacyPolicy | Inggris Arab

Thursday, May 29, 2014

Anies Baswedan Dikritik Karena Jadi Tim Sukses Jokowi-JK


Salah satu alumni Universitas Paramadina mengirim surat terbuka kepada Anies Baswedan terkait Anies jadi Timses Jokowi-JK. Sang alumnus tersebut menyarankan Pak Anies untuk fokus ngurus kampus dan harus bersikap netral.

Apabila Pak Anies tetap ingin memberikan dukungan kepada Jokowi, sang alumnus menyarankan agar Pak Anies mundur dari rektor agar kenetralan kampus tetap terjaga.


Setelah itu, saya membaca berita online yang memuat pendapat seorang santri Gontor yang berpendapat bahwa Jokowi-JK itu bukan mencalonkan diri, tapi dicalonkan.

Sontak saja, artikel tersebut diserang komentar-komentar yang keberatan atas penggunakan frase “santri Gontor”. Mereka keberatan Gontor disebut-sebut seperti pada berita tersebut karena Gontor itu netral, tidak memihak pada satu golonganpun. Bahkan ada komentar yang marah-marah segala.

Melihat kedua artikel di atas, saya jadi teringat pendapat sebagian kalangan Muslim yang menyatakan: “Agama jangan dibawa-bawa dalam politik atau urusan negara.”

Di sinilah saya berbeda pendapat. Saya setuju dengan pemikiran bahwa agama itu harus dilibatkan untuk mengurus negara, termasuk politik agar urusan negara bisa berjalan dengan baik.

Yang tidak boleh adalah para ulama/kiyai yang tidak tahu banyak urusan politik, mereka melakukan politik praktis. Para kiyai yang sehari-harinya hanya mengajar bahasa Arab, Aqidah-Akhlak, dan sejenisnya kepada para santri, kemudian ingin jadi presiden. Inilah yang tidak tepat dan saya tidak setuju.

Netralitas kampus atau lembaga?
Saya setuju kalau kampus itu jangan dipolitisir. Rektor harus fokus mengurus universitasnya. Namun ketika calon presiden membutuhkan bantuan pemikirannya, maka sudah kewajiban rektor untuk membantunya.

Kalau rektor, dosen, atau para pakar tidak mau mendukung salah satu capres, bagaimana bisa tim sukses mereka melakukan kampanye dengan cara terbaik.

Untuk menjaga netralitas kampus, cukup saja rektor mendukung salah satu Capres atas nama pribadi, bukan atas nama rektor atau universitasnya. Para mahasiswa juga harus cerdas bahwa sang rektor sedang berperan menjadi Timses, maka mereka jangan manut-manut saja sama rektornya. Bahkan bisa saja mahasiswa mengkritisinya.

Nama almamater dibawa-bawa?
Ini juga susah ditolak. Seseorang yang pernah belajar di pesantren A, kemudian ia berpendapat, maka wartawan hampir secara otomatis menuliskan nama pesantren A.

Langkah di atas tidak ada salahnya, karena santri tersebut tidak mengatas-namakan almamaternya. Kalau almamater takut terbawa jelek, itu sudah resiko sebuah lembaga pendidikan yang mengeluarkan para siswa/santri/mahasiswanya.

Sampai sang alumnus meninggal, nama almamater masih mungkin disandingkan. Ini tida salah. Yang tidak tepat ketika sang alumnus mengatasnamakan almamater/kampus/pesantren, padahal ia tidak tidak ada koordinasi dengan almamater bersangkutan.

Perlu diingat juga bahwa pendapat dari para santri, mahasiswa, dosen, kiyai, dan kalangan netral lainnya juga dibutuhkan oleh masyarakat agar mereka mantap ketika menentukan pilihannya.

Kalau masyarakat hanya disuguhi pendapat-pendapat dari Tim Sukses abal-abal, saya khawatir Tim Sukses masih belum mampu berkata jujur atas keunggulan/kelemahan calonnya.

Namun ini hanya pendapat saya. Jika berbeda pendapat sehingga teman-teman masih tidak mau “aset-aset” pesantren/kampusnya berbicara politik, ya silahkan. Namun saya berharap teman-teman tidak berkomentar dengan penuh amarah. Berikan saja klarifikasi bahwa sang penulis tidak atas nama almamater. Itu sudah cukup tuh.

Kembali ke judul. Saya mendukung Pak Anies berada di Timses Jokowi seandainya ada semangat untuk mewarnai kampanye politik yang positif, tidak menebar fitnah atau sibuk menjelek-jelekkan lawannya tanpa fakta.

Namun saya enggak setuju apabila Pak Anies menghalalkan segala cara untuk mensukseskan Jokowi jadi presiden 2014. Lha, kan Timses itu harus berjuang meloloskan Capresnya? Memang, tapi dengan cara yang baik.

Mari berikan pendidikan politik yang baik. Enggak perlu memfitnah Capres lain. Enggak perlu terlalu menyuguhkan janji-jani manis. Masyarakat tahu kok, Indonesia masih butuh proses untuk menjadi negara maju. Presiden jujur dan amanah masih menjadi impian negeri ini, terutama saya.


Sumber:
aniesbaswedan.com/berita/Fadli-Zon-Panggil-Pendukung-Jokowi-Panasbung-Anies-Baswedan-Astagfirullah
aniesbaswedan.com/tulisan/pilihan-anies-baswedan-menjelang-pilpres-2014
politik.rmol.co/read/2014/05/27/156995/Surat-Terbuka-Alumni-Universitas-Paramadina-untuk-Anies-Baswedan-
beritasatu.com/pemilu-2014/186703-santri-gontor-jokowijk-pemimpin-yang-diminta-bukan-mencalonkan-diri.html

Gambar:

ayovote.com
"Investasi Emas dan Reksadana, Untung Mana?."
Youtube: Katabah Com: Menuju 1 jt Konten :)

No comments:

Post a Comment