Blog | Beli Rumah | Belajar HTML dan PHP | Kontak | Gmail | Uang Adsense
Audit Sistem Informasi
Sistem Informasi (S1)
Manajemen Informatika
Komputer dan Pendidikan
Pengobatan Ruqyah
Daftar Isi | Skripsi SI | B. Arab | Sertifikat Komputer Internasional | PrivacyPolicy | Inggris Arab

Saturday, November 7, 2015

Anjuran Nikah (Kawin) Dalil Quran dan Bahasa Arab

Hello Katabah!
Ketika mendengar dalil tentang Anjuran Nikah (Kawin) biasanya banyak orang terhipnotis dan tampak sangat yakin bahwa “Saya ingin menikah meskipun belum punya apa-apa.”

Dalil Nikah ini memang sangat menggiurkan untuk dipraktekkan seperti pada Q.S. an-Nuur [24]: 32 berikut ini:  


وَأَنْكِحُوْا الْأَيَمَى مِنْكُمْ وَالصَّلِحِيْنَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَ إِمَائِكُمْ إِنْ يَكُوْنُوْا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللهُ مِنْ فَضْلِهِ وَ اللهُ وَسِعٌ عَلِيْمٌ
Artinya:
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui.

Bahkan ada orang yang menambah kekuatan untuk nikah dengan dalil bahwa “Nikah itu setengah dari sunnah Nabi. Barang siapa tidak menjalankan sunnahku, maka bukan termasuk ummatku.”

Sepintas dengan melihat dua hujjah di atas, orang dewasa yang belum nikah semakin yakin saja untuk SEGERA MENIKAH walaupun tidak punya apa-apa. Hanya bermodalkan cinta, mereka rela meminta mahar kepada orang tuanya.

Tak cukup sampai mahar. Setelah punya isteri, minta juga untuk resiko dapur sehari-hari, baik dari orang tua maupun dari mertua. Apakah ini yang dimaksud menjalankan sunnah Nabi?

Sebagai orang awam, saya sedikit mempunyai pendapat terkait ayat di atas.

1. Salah satu anjuran pada ayat di atas adalah “hendaklah laki-laki yang belum kawin atau wanita-wanita yang tidak bersuami, dibantu agar mereka dapat kawin”.

Anjuran ini ditujukan bagi kita untuk membantu orang lain yang belum nikah. Kalau kita menganjurkan orang lain nikah, maka kita harus membantunya baik dari berbagi segi, misal: agamanya, duitnya, ilmunya, dan keperluan dasar lainnya.

Jadi, secara tekstual dalil di atas tidak cocok digunakan oleh orang yang mau nikahnya. Hi..hi.. Mirip ketika kita diharuskan memilih pemimpin, tapi calon pemimpin yang baik itu jangan sampai terlalu ambisius: “Pilih saya, pilih saya, pilih saya!” Biarkan rakyat yang mencalonkannya. Gitu, kan?

2. Memang ayat di atas menyatakan bahwa “Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya”, tapi masalahnya adalah kriteria orang yang akan dimampukan oleh Allah itu seperti apa?

Fakta menunjukkan:
- Banyak orang sudah nikah, terus miskin, misal: anak kelaparan, tidak bisa sekolah, tidak bisa beli baju yang layak, tidak tinggal di rumah yang layak.

- Banyak orang sudah nikah, kemudian menghasilkan keturunan yang bobrok akhlaknya karena tidak sempat dididik dengan baik.

Kenapa dua fakta di atas tidak dipikirkan ya…?

Kalau kita hanya berpikir bahwa nikah itu sunnah, maka rasanya wajib sekali untuk segera nikah di usia 25 tahun (bagi laki-laki). Tapi jangan lupa juga bahwa:
a. Menelantarkan anak dan isteri itu dosa
b. Tidak memberikan pendidikan yang layak kepada anak akan merusak generasi penerus bangsa
c. Anak dan isteri selain bisa menjadi rahmat, bisa menjadi penyebab masuk neraka juga. Nah lho…!

Sudah dulu ah ngalor-ngidulnya. Semoga saja coretan ini bisa mengingatkan kita untuk lebih rajin lagi belajar agar tidak menggunakan dalil sunnah nikah, padahal kebelet syahwat. Jangan bilang: “Ingin menjaga pewaris keturunan”, padahal kualitas kita sebagai calon orang tua juga tidak jelas. Kalau pewaris kita hanya anak-anak yang lemah dan bermoral jelek, untuk apa coba? Hi..hi..


Belajar Bahasa Arab
Pada dalil tentang Nikah di atas, saya belajar menerapkan contoh Mubtada Khabar pada teks ini:
وَ اللهُ وَسِعٌ عَلِيْمٌ
Artinya:
“Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui”

Mubtada ditunjukkan oleh kata “اللهُ”, sedangkan Khabar ditunjukkan oleh kata وَسِعٌ  dan عَلِيْمٌ.

Menurut Ilmu Nahwu, Mubtada itu memiliki harokat akhir rafa’ (dlammah). Sedangkan Khabar itu memiliki harokat akhir rafa’ dan menjadi penjelas bagi Mubtada.

Untuk latihan awal, saya biasanya meletakkan Mubtada di awal kalimat dan Khabar diletakkan setelah Mubtada. Namun demikian, ada juga Mubtada yang diletakkan di akhir kalimat. Tapi belajarnya bertahap saja! :D


Artikel Terkait:

"Investasi Emas dan Reksadana, Untung Mana?."
Youtube: Katabah Com: Menuju 1 jt Konten :)

No comments:

Post a Comment