Blog | Beli Rumah | Belajar HTML dan PHP | Kontak | Gmail | Uang Adsense
Audit Sistem Informasi
Sistem Informasi (S1)
Manajemen Informatika
Komputer dan Pendidikan
Pengobatan Ruqyah
Daftar Isi | Skripsi SI | B. Arab | Sertifikat Komputer Internasional | PrivacyPolicy | Inggris Arab

Tuesday, November 3, 2015

Mencari Ilmu Wajib Bagi Muslim Dalil Hadits dan Bahasa Arab

Hello Katabah!
Dalil hadits tentang kewajiban menuntut ilmu ini termasuk kategori difavoritkan oleh banyak orang, termasuk saya pada saat dulu sekolah. Ketika disuruh berdalil tentang “mencari ilmu”, maka hadits inilah salah satu yang biasanya langsung teringat:


طَلَبُ اْلعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ  وَ مُسْلِمَةٍ
Artinya:
"Menuntut ilmu itu adalah wajib bagi setiap Muslim dan Muslimat". (H.R. Ibn Abdul Bari).

Catatan:
Muslim: sebutan untuk orang Islam laki-laki.
Muslimat: sebutan untuk orang Islam perempuan.


Ada juga referensi online yang menyebutkan bahwa hadits di atas diriwayatkan oleh Ibnu Majah. Jadi, sebaiknya saya mencari referensinya lebih lengkap lagi ya…


Belajar bahasa Arab
Ketika sekolah MTs (SMP Islam), saya pernah mendengar obrolan dari teman-teman santri tentang cara membaca dalil di atas dengan dalil ini:
اُطْلُبُوْا الْعِلْمَ وَلَوْ بِالصِّيْنِ

Artinya:
“Tuntutlah ilmu walaupun sampai ke negeri China.”

Mereka berdiskusi:
Apakah “طَلَبُ اْلعِلْمِ” dibaca “thalabul ilma” atau “thalabul ilmi”? Ujungnya “a” atau “i"?

Apakah “اُطْلُبُوْا الْعِلْمَ” dibaca “uthlubul ‘ilma” atau “uthlubul ‘ilmi”?

Karena kedua penggalan di atas sangat mirip, maka seringkali terbolak-balik. Maklum kita kan orang Indonesia, bukan orang Arab. Hi..hi..

Akan tetapi, kesalahan membaca penggalan hadits Kewajiban Menuntut Ilmu di atas kadang-kadang terasa lucu bagi orang yang suka belajar tata bahasa Arab (Ilmu Nahwu), makanya mereka suka mengoreksi seperti ini:

Frase “طَلَبُ اْلعِلْمِ” dibaca “thalabul ilmi” karena ini termasuk bab Idhafah (mudhaf dan mudhaf ilaih). Ketika belajar bahasa Arab, kita biasa membuatnya dengan mufradat sederhana, misal:

بَابُ الْبَيْتِ
(pintu rumah)

مَكْتَبُ الْمَدْرَسَةِ
(kantor sekolah)

Kenapa harokat akhir pada kedua contoh di atas dibaca kasrah?
Karena keduanya termasuk contoh Idhafah. Secara sederhana, Idhafah itu biasanya menyembunyikan huruf jar di antara dua isim. Jadi, kedua contoh di atas juga mempunyai makna huruf jar (لِ) seperti ini:

بَابٌ لِلْبَيْتِ
(pintu milik rumah)

مَكْتَبُ لِلْمَدْرَسَةِ
(kantor milik sekolah)

Sedangkan “اُطْلُبُوْا الْعِلْمَ” dibaca “uthlubul ‘ilma” karena kata “الْعِلْمَ” sedang berada pada posisi maf’ul bih (obyek). Saya biasanya sangat mudah mengingat contoh maf’ul bih dengan kalimat ini:

اَنَا أَكُلَ رُزَ
(Saya makan nasi)

Mungkin karena pertama kali saya mendengarnya “ana akulu ruza”, maka tidak perlu berpikir lagi untuk membaca “ruzi” atau “ruzu”. Ternyata menurut kajian Ilmu Nahwu juga memang benar dibaca “ruza” karena maf’ul bih.

Adapaun “اُطْلُبُوْا” termasuk fi’il amar (kata kerja perintah) untuk dlammir “antum” (انتم).


Artikel Terkait:
"Investasi Emas dan Reksadana, Untung Mana?."
Youtube: Katabah Com: Menuju 1 jt Konten :)

No comments:

Post a Comment