Blog | Beli Rumah | Belajar HTML dan PHP | Kontak | Gmail | Uang Adsense
Audit Sistem Informasi
Sistem Informasi (S1)
Manajemen Informatika
Komputer dan Pendidikan
Pengobatan Ruqyah
Daftar Isi | Skripsi SI | B. Arab | Sertifikat Komputer Internasional | PrivacyPolicy | Inggris Arab

Thursday, October 29, 2015

Ketika Meninggal, Putuslah Amal, Kecuali 3 Perkara Dalil Hadits dan Bahasa Arab

Hello Katabah!
Pada posting ini, saya belajar dalil hadits tentang amal yang tidak putus pada saat seseorang sudah meninggal dunia. Mungkin dalil ini juga yang membuat sebagian orang tergila-gila ingin mempunyai anak. Bunyinya seperti ini:


إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

Artinya:
“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau do’a anak shaleh.” (H.R. Muslim)

Menurut saya, ada keinginan untuk mempunyai anak itu bagus, tapi jangan sampai merusak sebuah keluarga hanya karena tidak punya anak karena kita harus sadar bahwa anak juga bisa menjadi penyebab orang tua masuk neraka kalau anaknya tidak shaleh. Nah lho…!

Ada juga yang menginginkan anak untuk melestarikan garis keturunannya semata. Memangnya sehebat apa sih keturunannya itu? Orang tipe ini ada yang ngotot takut tidak ada penerus keluarganya dan tidak ada yang memelihara pada saat usia senja. Namun kenapa mereka lupa, bahwa putera-puteri Nabi juga banyak yang meninggal sebelum menjadi pemimpin besar umat.

Kita sendiri tahu bahwa khalifah yang empat (Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali) bukanlah putra kandung Rasulullah. Kenapa kita tidak mengambil pelajaran dari kejadian ini?

Seandainya anak itu hanya satu-satu syarat yang harus ada dalam keluarga dan satu-satunya yang bisa dibanggakan? Kenapa putera Nabi Muhammad saw tidak menduduki salah satu dari posisi keempat khalifah tersebut? Ini menandakan bahwa putera bukan segala-galanya.

Oleh karena itu, kita harus bersyukur pada saat dianugerahi anak, kita juga tidak perlu sedih ketika tidak dianugeri anak. Tak perlu risau di hari tua selama Tuhan masih ada bersama kita.


Belajar Bahasa Arab
Pada dalil di atas, saya belajar jumlah fi’liyah pada kalimat ini:
مَاتَ الْإِنْسَانُ
(Artinya: Seorang manusia telah meninggal)

مَاتَ
(telah meninggal dunia)

الْإِنْسَانُ
(manusia)

Ciri Jumlah Fi’liyah adalah kata kerja (fi’il) berada di awal kalimat. Adapun yang termasuk fi’il pada kalimat di atas adalah kata “mata” (مَاتَ).

Kok kalimatnya pendek ya…? Apakah layak disebut kalimat (atau Jumlah)? Kalimat di atas disebut kalimat intransitif, yaitu kalimat yang tidak memiliki obyek, tapi tetap memiliki makna yang jelas.


Artikel Terkait:

"Investasi Emas dan Reksadana, Untung Mana?."
Youtube: Katabah Com: Menuju 1 jt Konten :)

No comments:

Post a Comment